oleh

Pedagang Kuliner Palembang Tindaklajuti Pro Kontra E-Tax

PALEMBANG, iniberita.co.id — Dalam rangka menyikapi hasil pertemuan di Kantor DPRD Kota Palembang beberapa waktu lalu, pedagang kuliner Palembang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Paguyuban Kuliner Bersatu Palembang (FK-PKBP) terdiri dari Persatuan Pengelola Rumah Makan Minang (PPRMM), asosiasi Pengusaha Pempek (ASPPEK), Paguyuban Bakso Solo Berseri(PBSB), Asosiasi pecel lele dan Asosiasi sate Madura mengadakan pertemuan lanjutan di Pempek Sentosa di Jalan Basuki Rahmat Kelurahan Ario Kemuning Kecamatan Kemuning, Kamis (8/8/2019).

Dalam aksi sebelumnya (5/8/2019) lalu, tercatat ada 5 tuntutan yang disampaikan Massa FK-PKBP yang diterima langsung Ketua DPRD Palembang, H. Darmawan, S.H,. M.H diantaranya, 1. Menolak pengenaan pajak restoran sebesar 10%, 2. Menolak pemasangan e-tax, 3. Meminta adanya revisi Perda Nomor 12 Tahun 2010, 4. Meminta kepada Pemkot agar dilibatkan dalam revisi Perda dimaksud, 5.Siap membayar pajak selama proses revisi berlanjut. Atas tuntutan tersebutlah, selanjutnya DPRD Kota Palembang segera mengeluarkan rekomendasi ke walikota Palembang.

Lebih lanjut Para pedagang ini, mempertanyakan sikap Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) pemerintah Kota Palembang atas pengenaan pajak 10 persen yang dibebankan kepada konsumen yang sebelumnya tanpa ada sosialisasi, dan secara tiba-tiba memasang alat e-tax dengan alat taping box ditempat usaha yang semula secara manual.

Aksi Sejumlah Pedagang Kuliner di Palembang belum lama ini. (Foto Istimewa)

Imbron, salah satu pedagang pempek di dikawasan Jalan Ahmad Yani mengatakan sejak dipasang alat E – Tax Omset berjualan mereka mengalami penurunan hal ini dikarnakan pegawai yang tidak terlalu mahir teknologi untuk mengunakan alat tersebut.

“Jadi kami tidak memasang alat tersebut, karena kami tidak ingin direpotkan dan membuat pegawai kami tidak nyaman saat bekerja,” ujar Imbron.

Ditempat yang sama, Eri, Persatuan Pengelola Rumah Makan Minang (PPRMM), menambahkan kalau untuk pelaku usaha menengah kebawah ini dari 2014 sudah terjadi penurunan omset dan pendapatan, bisa dikatakan turun 30 persen hingga 45 persen tanpa ada e-tax ini sudah turun, apalagi ada alat e-tax ini. PPRM ini bersedia membayar pajak jika seperti tahun sebelumnya.

Sementara itu, H. Idasril Ketua FK-PKBP, berharap kepadaPemkot Palembang , yakni adanya penjelasan utuh terhadap alat e-tax ini, logika secara manajemen yang dikenakan ini manajemen belum mapan dan masih tradisional.

“Kini, dibebankan dengan alat yang secanggih ini, harusnya pemerintah kota harus bijak walaupun ingin menerapkan harus klarifikasi seperti apa, kalau berkaca dengan Perda kan jelas omset yang dikenakan yakni 3 juta perbulan dan aturannya yang mana, apa yang bisa kita pegang, ini yang meresahkan dari pelaku usaha kuliner,” jelasnya.

Untuk itu, lanjutnya, Harus diperjelas, Tidak bisa dengan pernyataan, tetapi dengan aturan yang jelas sehingga tidak berdampak pada pelaku kuliner.

“Kenapa menolak inilah salah satunya, kita ingin peraturan yang jelas. Kita minta walikota mengambil langkah karna ini berhubungan dengan hajat hidup orang banyak,” tegas Idasril.

Sebelumnya, Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang terus mengejar pemasangan alat pemantau pajak online (E-Tax ) rumah rumah makan di Palembang belum lama ini. Bahkan, para pengelola rumah makan yang tidak mau dipasang alat e-tax, siap-siap akan dicabut izin usahanya.

“Mulai besok (hari ini, red) jika kasir di rumah makan tidak menggunakan alat ini dalam proses transaksi pembayaran maka akan langsung dikenakan Surat Peringatan pertama,” kata Kepala BPPD, Sulaiman Amin, usai melakukan pemantauan pemasangan E-Tax di Rumah Makan Pindang  Simpang Bandara Palembang, belum lama ini.

Sulaiman menegaskan, BPPD tak segan segan untuk mencabut izin dan sudah menyiapkan alat segel untuk menyegel tempat yang tak memugut pajak.

“Alat sudah kita pasang dan kita onlinekan kalau masih ada rumah makan tak menggunakan alat ini SP 1 langsung kita berikan,” katanya. (net)

Komentar