oleh

Gerakan Elemen Reforma Agraria Menggugat Pertanyakan Transfaransi Program PRONA dan PTSL

PALEMBANG, iniberita.co.id — Seperti kita ketahui bersama, bahwa Pemerintah Pusat telah mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan tanah dan perseteruan atas lahan diberbagai wilayah Indonesia serta lambannya proses pembuatan sertifikat tanah dengan menerapkan Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap).

 

 

Langkah strategis yang memberi kemudahan masyarakat ini tentu sangat direspon positif, dan membuat masyarakat di Indonesia berbondong-bondong mengikuti Program PTSL, termasuk juga warga di Kota Palembang.

 

 

Namun sangat disayangkan, dibalik antusias masyarakat yang tinggi dalam mengikuti Program PTSL ini, masih saja ada Oknum-oknum yang memanfaatkan situasi ini dengan mencari keuntungan dan memperkaya diri.

 

 

Hal ini diungkapkan oleh Jhon Kenedy SY, selaku Inisiator Ormas Gerakan Elemen Reforma Agraria Menggugat (GERAM) Pasalnya, banyak Program PTSL sepanjang tahun 2018, 2019, sampai 2021 yang tidak tersosialisasi secara massif kepada masyarakat di Wilayah kerja BPN Provinsi Sumatera Selatan khususnya di Kota Palembang.

 

 

“Misalnya saja, berapa banyak kuota dan bertempat atau berlokasi dimana saja Program PTSL ini yang dialokasikan untuk masyarakat Sumsel ?, sebagai contoh di kota Palembang melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang, penuh tanda tanya atau dugaan kami tidak melakukan Transparansi mulai dari Perencanaan, Pemetaan, Penetapan Lokasi, dan seterusnya, sedangkan menurut Permen ATR/BPN 12/2017 mesti melakukan Penetapan Lokasi yang

dibuat dalam bentuk keputusan serta disajikan kepada Publik sebagaimana tertulis dalam Permen ATR/BPN 32/2021 tentang Layanan Informasi publik,” ungkap Mantan Ketua Umum HMI Cabang Palembang ini dalam releasenya pada awak media, Minggu (12/02/2022).

 

 

Menurutnya, berdasarkan informasi bahwa masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya dalam program PTSL tentunya tanah memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Juknis PTSL sendiri, sedangkan untuk besaran biaya berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Mendagri, MendeS, PDTT Nomor 25/SKB/V/2017, 590-3167A, 34 Tahun 2017 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, pada Diktum ketujuh Kategori IV, untuk wilayah Sumatera Selatan dikenakan biaya maksimal Rp 150.000 dan tidak boleh lebih dari itu, kecuali pembuatan akta, bea perolehan atas tanah, dan BPHTB.

 

 

“Fakta Temuan, Informasi, dan pengakuan warga saat kami melakukan investigasi lebih dalam, justru ada indikasi penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oleh Oknum-oknum Pejabat yang diduga melakukan praktik Pungli (Pungutan Liar), bahkan mencapai jutaan rupiah, hingga kini kami sedang melakukan investigasi lebih lanjut,” bebernya.

 

 

Berdasarkan Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018, Jhon menjelaskan bahwa Tujuan program PTSL adalah untuk percepatan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat secara pasti, sederhana,

cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan.

 

 

“Program PTSL ini, menurut amanah Permen 12/2017 lebih diprioritaskan pada lokasi desa/kelurahan yang ada kegiatan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA)/PRODA. Meskipun Prona berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat, namun menurut hemat kami, bahwa yang menjadi prioritas Prona adalah masyarakat yang masuk dalam golongan ekonomi lemah sampai menengah yang berpenghasilan tidak tetap. Seperti, petani, nelayan, pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman, dan lain-lain,” urainya Jhon.

 

 

Maka sangat ironis sekali lanjut Jhon, jika ada oknum-oknum khusunya pejabat terkait yang memanfaatkan/mengambil untung dari proyek Nasional dan Program rakyat ini, Pihaknya menemukan indikasi dan Dugaan kuat ada Indikasi Korupsi Kolusi dan Nepotisme di Wilayah kerja BPN Kota Palembang.

 

 

Sebagai contoh kecil studi kasus Laporan masyarakat di tahun 2021 yang merasa Tanahnya telah dicaplok seluas ±5Ha diwilayah Sako dengan menerbitkan sertifikat dari BPN Kota Palembang tanpa melibatkan Pemilik bahkan Tokoh masyarakat/RT setempat.

 

 

“Selain itu ada juga warga yang mengeluhkan Tanahnya dicaplok Wilayah Kertapati diduga diwilayah kelurahan Keramasan dan/atau kelurahan Karya Jaya (perbatasan Palembang – Ogan Ilir) yang ternyata Diduga kuat ada ratusan persil tanah diatas Hamparan juga memiliki kasus yang sama, bahkan ada dugaan puluhan Sertifikat diterbitkan atas nama Oknum-okbum BPN Kota Palembang, dan kami memiliki keyakinan masih banyak keluhan atau laporan warga yang belum terungkap secara detail dan komprehensif,” ungkapnya.

 

 

Kita ketahui bersama, bahwa dalam realisasi program PRONA/PRODA dan/atau PTSL memiliki kendala atau Faktor X yang menjadi pemanfaatan dan atau kendala tersendiri dalam mengejawantahkan nawacita Presiden Jokowi serta dalam mendukung Reforma Agraria di Indonesia.

 

 

“Menurut hemat kami, memang sudah banyak bidang tanah yang memenuhi syarat untuk diterbitkan sertifikat, namun justru menjadi hal paling krusial, pencacatan buku tanah, yang sudah ada tetapi masih fakta di lapangan masih dalam sengketa atau perkara di pengadilan walaupun telah memiliki alas hak yang jelas, selain itu juga ada fakta yang kami temukan di lapangan bahwa terdapat bidang tanah yang subyek atau pemiliknya tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak berada di tempat, sehingga saat petugas akan mengukur dan mengurus tanah tersebut, keberadaan pemiliknya tidak diketahui. Nah, kesempatan inilah terkadang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang mengambil kesempatan dalam kesempitan,” cetusnya.

 

Ditambahkan Jhon Kenedy, dalam realisasi program nasional ini tentunya didukung oleh anggaran yang tidak sedikit, sebagai contoh proyek seperti Pekerjaan Kontrol Kualitas Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2019 mencapai ±Rp 1,6 Miliyar pada satker BPN Provinsi Sumsel yang bersumber dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN 2019).

 

“Belum lagi Proyek Pengukuran, Pemetaan dan Informasi Bidang Tanah PTSL Fase IV (Lot 1,Lot 2, Lot 3, Lot 4, :Lot 5, Lot 6, Lot 7) Provinsi Sumatera Selatan mencapai ±Rp 51 Miliyar (PHLN 2021), dan masih banyak alokasi anggaran lainnya yang digelontorkan, semestinya membuat para oknum-oknum dan pejabat terkait lebih Transparan, Akuntabel, dan Profesional,” harapnya.

 

 

Senada dengan hal tersebut ditempat berbeda saat dimintai tanggapannya, Akedimisi sekaligus pengamat kebijakan publik, Ade Indra Chaniago menuturkan, bahwa Program PRONA/PRODA dan Atau PTSL sebenarnya telah diamanatkan sejak UU Pokok Agraria 59 tahun lalu diundangkan Pendaftaran Tanah secara Sistematik. Sejak mulai digenjot pada tahun 2017, program Pendaftaraan Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) ini memang langsung menuai berbagai tanggapan beragam sambutan-juga kekhawatiran.

 

 

“Salah satu persoalan penting dalam program ini, terkait kepastian hukum pelaksanaan pendaftaran tanah adalah asas publisitas. Asas ini mengatur dan menjamin pembuktian pemilikan hak atas tanah dimana setiap permohonan pendaftaran harus dilaksanakan pengumuman data fisik dan data yuridis selama waktu tertentu, namun yang menjadi persoalan masih banyak Kondisi Status Quo Lahan/Tanah akibat sengketa, khususnya di tanah masyarakat pedesaan dan masyarakat adat, maka tidak mudah kinerja ATR/BPN dalam merealisasikan program nasional ini,” tanggapnya.

 

 

Lebih lanjut menurut pria yang juga tokoh Aktivis’98 ini, bukan tidak mungkin diprediksi kedepan dalam pelaksanaannya yang dikabarkan akan berlanjut hingga 2025 mendatang, memiliki banyak Potensi Penyalahgunaan Wewenang, Indikasi Pemalsuan Dokumen Tanah, bahkan menyebabkan terjadinya Potensi Kerugian Negara yang disebabkan dalam program ini.

 

“Bagaimana tidak, misalnya saja Pemetaan, Persiapan, Perencanaan, dan Surveyor itu tentu didukung oleh anggaran negara meskipun berasal dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) tetap saja mesti hati-hati dalam pengelolaan dan peruntukkannya, jika kita kaji lebih dalam indikasi-indikasi bahaya laten korupsi atau Tindakan Extra Ordinary yang ada dalam satuan kerja bidang agraria atau Pertanahan ini cenderung silent bahkan bisa dibilang cukup sulit terungkap, dan jika terdapat kesalahan dan potensi kerugian negara tentunya instansi terkait mesti menyikapinya sesuai dengan Undang-undang dan ketentuan hukum yang berlaku,” imbuhnya.

 

 

Sementara itu Terpisah, saat dikonfirmasi, Kepala Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Palembang, Norman Subowo melalui Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah BPN Kota Palembang, Feri Fadly Sp MH mengatakan, bahwa menanggapi rencana aksi Ormas GERAM, pihaknya akan melakukan konferensi pers lebih lanjut.

 

“Kami sudah menerima informasi rencana aksi Ormas Gerakan Elemen Reforma Agraria Menggugat ini, nanti terkait apapun tuntutan rekan-rekan ini akan kita jawab dalam konferensi pers,” tutupnya singkat. (riil)

Komentar