PRINSIP demokrasi sudah sangat jelas, bahwa demokrasi itu dari oleh dan untuk rakyat. Jadi pada akhirnya rakyatlah yang harus menikmati buah dari demokrasi itu bukan pejabat dan aparat-aparatnya. Karenanya rakyat harus benar-benar tau dan mengerti apa yang dilakukan oleh pemimpinnya.
Untuk itu, terkait polemik pembahasan apbd Sumsel tahun 2020 ini, ada beberapa catatan saya terkait dengan opini yang berkembang diruang publik, diantaranya :
pertama, bahwa Anggaran terkait dengan bidang perekonomian, pertanian, perkebunan dan peternakan, sangat minim. Sebagai contoh bibit karet dan sawit yang tidak lagi dianggarkan, padahal masyarakat kita di Sumatera Selatan mayoritas adalah petani.
kedua, usulan dari Anggota DPRD Sumsel untuk memanusiakan 11.300 orang guru honorer sebesar 11,3 Milyar, hanya disetuji sebesar 5 (Lima) Milyar yang berarti perorang Hanya dapat tambahan income sekitar Rp 30.000,-/bulan. Menurut saya usulan tersebut sangat lah tidak Manusiawi, dengan tugas dan tanggung jawab mereka dalam Mencerdaskan anak Bangsa.
ketiga, Usulan masyarakat yang melalui wakilnya di DPRD juga tidak diakomodir, baik melalui e-planning bulan maret 2019 untuk APBD 2020 maupun yang masuk saat pembahasan.
Keempat,terkait program berobat gratis yang selama ini dinikmati oleh masyarakat, hilang sejak 2 (Dua) tahun terakhir. Yang terjadi yakni pemotongan anggaran PBI/Penerima Bantuan Iuran dari kebutuhan 295 Milyar ternyata hanya dianggarkan senilai 121 Milyar, artinya hanya cukup utk membayar iuran selama 4 bulan (bulan Januari hingga April) sisanya dari bulan Mei hingga Desember, tidak jelas anggaran dari mana.
kelima, Pemerintah Sumsel, justru mengganggarkan Insentif Camat yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota pada OPD/Organisasi Perangkat Daerah propinsi. Untuk usulan ini tidak jelas motivasinya dan apa kepentingannya (jangan-jangan ada udang dibalik ba`wan terkait dengan Pilkada tahun 2020).
Keenam, terkait usulan Proyek dadakan dan fantastis untuk penimbunan dan pemagaran lahan pemprop seluas 46 Ha senilai 173 Milyar. Menurut saya usulan penimbunan ini belumlah urgen dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk Pendidikan dan Kesehatan sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD `45.
Ketujuh, saya melihat Pemerintah Provinsi sepertinya Ketidak pahaman terhadap tugas, fungsi dan hak DPRD dalam pembahasan anggaran , atau jangan-jangan hal tersebut sengaja dilakukan karena Arogansi kekuasaan. Dan terakhir kedelapan, saya melihat burukny pola komunikasi antara eksekutif dan legislatif.
Untuk itu, sebagai bentuk pengejewantahan dari sistem demokrasi yang kita pilih, saya sepakat dengan rekan pengamat yang mengatakan bahwa kita perlu dan menurut saya urgen menggagas kegiatan Uji Publik APBD Provinsi Sumsel TA 2020 dengan metode atau kajian Ilmiah.
Hal tersebut sekaligus momen bagi kita untuk memberikan Pendidikan Politik bagi masyarakat khususnya di Sumatera Selatan, agar mereka paham siapa Pemimpin yang benar-benar berjuang untuk rakyat dan mana pemimpin mereka yang berjuang dengan mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan mereka dan kelompoknya. Ibarat pepatah agar rakayat tau siapa pemimpinnya yang seperti “Musang Berbulu Domba”.
*Penulis Merupakan Dosen Stisipol Chandradimuka Palembang dan Aktivis Pena 98.
Komentar