PALEMBANG, iniberita.co.id — LKPA Sumsel bekerjasama dengan Fitra Sumsel serta para pengamat dan Praktisi Hukum menggelar Diskusi online dengan Tema Realisasi Anggaran Rp480 M Covid 19 Palembang Dipertanyakan, Sabtu (6/6/2020).
Narasumber diantaranya Febri Zulian (Koordinator LKPA Sumsel), Nunik Handayani (Fitrah Sumsel ), Ki Edy Susilo (Jubir REGTA Covid-19), Ade Indra Chaniago (Akademisi / Pengamat Politik Anggaran), Idasril Tanjung (Advokat / Penegak Hukum)
Febri Zulian selaku Koordinator LKPA Covid-19 Sumsel menegaskan banyak sekali temuan-temuan di masyarakat mengenai bantuan yang tidak tepat sasaran dan juga pembagian yang tidak merata.
Menurut Ibu Nuniek Handayani selaku Koordinator Fitrah Sumsel, dari anggaran kota sebesar Rp 4 Triliyun maksimal 30% nya dialokasikan untuk covid-19 berdasarkan PERPU NO. 01 TAHUN 2020.
Dan Ki Edy Susilo Jubir REGTA COVID-19 anggaran 480M sangatlah sedikit bahkan kurang mengingat anggaran yang yang seharusnya di keluarkan itu sekitar 1,3 Triliyun berdasarkan peraturan Presiden. Sedangkan menurut ADE INDRA CHANIAGO (Pengamat Politik Anggaran ) menilai aturan mainnya menurut undang-undang dilihat dari sisi POLITIK Anggaran jadi pemerintah tidak perlu takut untuk menggunakan nya.
Menurut ustad Idasril Tanjung, dari sisi agama ,dalam surat al ahzab ayat 72..jelas allah mengatakan bahwa,penerimat amanat itu sangat berat.karena ketika amanat di berikan kepada gunung,laut dan bumi semua menolak.namum manusia menerima karena zolim dan bodoh
“maka,perlu ada yang menggigatkan,karena banyak sudah contohnya di Al Qurqn,salah satunya Firaun,karena gak mau terima koreksi akhirnya ngaku jadi tuhan,” jelas Idasril.
Daru sisi hukumnya, korupsi yang dengan PERPU NO.01 TAHUN, 2020 ,perubahan UU no 2/2020 .serta UU Tipikor no 31 tahun 1999, pasal 2.ayat 1 dan 2.serta Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Febri Zulian mengatakan bahwa pihaknya sudah mengumpulkan beberapa data dan mengungkap beberapa temuan terutama terhadap kurangnya realisasi jaring pengaman sosial yang menjadi polemik.
“Karena tidak merata yang kami dapati di media bahwa baru terealisasi tahap pertama sebesar 40.735 KK dan tahap kedua sebesar 49.669 KK yang besaran per bantuanya senilai Rp.179.000 , pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan yang kurang maksimal contohnya di rumah sakit Baru terkait jumlah tempat tidur untuk pasien covid membuat penanganan kurang maksimal dikota palembang, belum lagi penerapan cek poin PSBB sample yang kami ambil pada salah satu posko cek poin di posko utama pada saat PSBB tahap 2 di cinde kami mendapati 17 personil yaitu 7 dari Dishub, 1 Damkar, 2 pol PP, 2 polri dan 2 TNI tanpa tim medis dan berjumlah 15 orang yang semuanya mereka mulai dari PSBB tahap 1 sampai sekarang tidak atau belum mendapat insentif hanya mendapat nasi bungkus dalam 1 hari dan air mineral, tidak ada APD, tidak ada uang saku,” paparnya
Pihaknya memandang bahwa cek poin tersebut terlihat kurang professional merujuk pada teknis PSBB yang sudah di atur oleh pusat, carut-marutnya data penerima bantuan baik DTKS & NON DTKS, stimulus pendidikan carut-marutnya data penerima bantuan baik DTKS & NON DTKS, stimulus pendidikan untuk masyarakat yang anaknya di haruskan belajar daring melalui what’s up dll padahal ada yang mereka untuk makan pun susah, serta stimulus lainya untuk rakyat seperti stimulus kredit, dll yang belum terpenuhi secara maksimal dengan besaran anggaran yang begitu luar bias.
Menurut Febri, jika anggaranya ada dan dananya pun ada kenapa tidak di salurkan dan diberikan agar semuanya menjadi professional dalam bekerja dan hari ini rakyat sudah ikuti kewajiban mereka selama pandemic, mereka ikuti aturan pemerintah, sudah seharusnya juga pemerintah memenuhi kebutuhan rakyat yang nilainya wajib.
Nunik handayani menjelaskan PAD Palembang, resapan, peruntukan atau kegunaan dan serta realisasinya sampai hari ini belum terlihat maksimal, Advokad idasril mengamati dari sisi hukum bahwa, walau ada Perpu yg mengatur tentang ada kewenangan eksekutif yang lumayan besar terhadap pengganggran covid dan kegunaanya yg nempak imunitas pelindung bagi penyelenggara negara dalam hal ini pemkot.
“Namun juga ada celah di UU Tipikor bila di temukan bukti bukti memperkaya diri, penyalahgunaan wewenang dan atau mengkorupsi dana tersebut, seirama dengan itu ketua KPK telah mengeluarkan statemen bahwa pejabat yg mengkorupsi anggaran covid akan di tindak tegas,bahkan di hukum mati,” terang Nunik.
Sementara Akademisi Ade Indra Chaniago mengatakan sesuai dengan pembukaan UUD 1945 mau apa saja dasar peraturanya rakyat memiliki hak karena semuanya mengatur tentang kebutuhan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, bukan oleh rakyat dan untuk pejabat.
Sementara itu, Edi Susilo Relawan REGTA, mengatakan hak dasar darat sudah di atur di UUD 1945, jadi sangat berkewajiban bagi negara memenuhinya, apalagi dalam situasi covid ini bahwa pemerintah harus memenuhi kebutuhan dasar rakyat apapun alasanya dalam kondisi pandemic ini.
Dan yang audiens yang hadir juga menjelaskan bahwa pemerintah harus transparan dalam penggunaan anggaran untuk penanganan covid di Palembang agar semua tahu sampai dimana kwalitas pejabat dalam mencarikan solusi untuk rakyatnya dalam kondisi darurat ini.
“Output dari hasil diskusi ini akan dibuat lewat surat terbuka kepada Walikota Palembang untuk menjelaskan realisasi atau serapan dan kegunaan anggran 480 M serta bentuk transparasinya. Dan kemudian menjelaskan itu dalam diskusi online zoom meeting seson II dengan juga menghadirkan seluruh stekholder terkait,” harap Febri. (riil)
Komentar